Saking Miskinnya, Dia Hanya Makan Jagung Kering
M HARIS SYAH Lemoe Tidak begitu sulit menemukan rumah itu. Sebenarnya lebih pantas disebut gubuk. Berdiri ringkih dipinggir jalan Lingkar, Lemoe Parepare. Penulis mengunjunginya beberapa waktu lalu. Ada rasa khawatir saat menaiki anak tangganya yang keropos. Bisa ambruk sewaktu-waktu. Gubuk itu doyong ke kanan. Tiga batang potongan pohon menyangganya, sementara sisi kiri diikat tambang pada tiang listrik. Didalamnya tinggal nenek Deleng, orangtua berusia 70 tahun. Dia sedang mengeringkan jagung saat penulis menyapa salam. Belakangan penulis tau, jagung kering itu nantinya dia masak untuk dimakan layaknya nasi. “Ini untuk dimakan nak, kalau ada beras kita syukur, kalau tidak ada kita makan jagung lagi,” katanya. Kami berbincang diteras. Disamping gubuknya memang ada sawah tadah hujan. Tidak begitu luas. Kira-kira seukuran lapangan tenis. Sawah itu dia garap sendiri, tentu dengan dibantu tetangga sesama petani yang berbaik hati membajak sawahnya. Dipematang sawah itu ditanami