Kemana Islam Cinta Kita ?
ilustrasi (liputan6) M Haris Syah Dulu, Berislam pada masa kanak-kanak sangat menyenangkan. Di sekolah, guru agama kami mengajarkan Islam yang penuh kasih dan toleransi. Tak pernah kami dengar guru kami menuduh orang bid'ah, sesat, atau kafir. Guru ngaji kami dikampung, meski bukan lulusan Timur Tengah, toh berhasil mbikin kami bisa mengaji. Imbalannya angkut air sampai gentongnya penuh. Sore hari kami ikut semacam pesantren di mesjid Muhammadiyah. Kami diajar tajwid, surah-surah pendek, hingga akidah akhlak oleh ustaz-ustazah. Istilahnya 'massikola ara'. Meski begitu, penampilan mereka tak perlu kearab-araban. Sangat Bugis, sangat Indonesia. Muharram adalah bulan yang selalu ditunggu-tunggu warga. Pada bulan itu, anak-anak muda akan mendirikan panggung besar ditengah kampung. Lomba lagu-lagu salawat digelar meriah. Ya Thoybah dan salawat badar dihafal diluar kepala. Cinta Rasul jadi kaset yang paling dicari. Begitu pula bulan Rabiul Awal. Mesjid-mesjid bers