PWI Sidrap-Enrekang Berada di Jalur yang Tepat



M Haris Syah (mantan jurnalis)

Menyandang profesi jurnalis, tidak semudah dan sekadar menggantungkan id card di leher. Kata Uncle Ben Parker, 'great power comes great responsibility'.

Karena itu, tanggungjawab profesi yang demikian besar, haruslah diemban oleh orang yang tak hanya punya kompetensi dan berwawasan luas. Tetapi juga punya integritas yang tak mudah goyah oleh godaan apapun.

Hal-hal itu saya amati ada pada kak Edy Basri. Ketua terpilih Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sidrap-Enrekang. Setidaknya, pengamatan saya itu bukan tanpa alasan, juga bukan sekilas lalu.

Jauh sebelum saya mengenal dunia jurnalistik, kode (eby) sudah kerap kali saya baca diujung berita koran FAJAR.  Boleh dibilang, beliau salahsatu guru jurnalistik saya.

Pun setelah saya menyeberang Tribunnews, yang notabene rival FAJAR, Kak Edy masih sering memberi arahan. Bahkan sering turun liputan sama-sama. Dengan membawa nama dua media terbesar di Sulsel, kami bisa saja melakukan banyak hal-hal 'kreatif'.

Tapi disinilah saya melihat sisi lain beliau. Kak Edy tak pernah 'mappagguru sala', mengajar jurnalis ingusan seperti saya untuk menggadai profesi.

Saya pikir, kombinasi kompetensi, wawasan dan integritas ini (ditambah ketampanan beliau yang sepertinya tidak dimakan usia :D ), sudah lebih dari cukup bagi PWI untuk berbenah.

Mesti punya hati yang besar untuk mengakui, beberapa stigma negatif selama ini melekat pada PWI. Ini menjadi tugas kak Eby yang cukup berat, agar citra jurnalis kembali pulih. Sekaligus menegaskan kemerdekaan jurnalis dihadapan siapapun.

Revolusi industri 4.0 dan era big data saat ini juga menuntut adaptasi yang cepat dari profesi jurnalis dan perusahaan media. Jika dulu koran digilas oleh media online, kini giliran media online yang kalah cepat (bahkan juga kalah akurat) dibanding media sosial dengan segala fitur canggihnya. Secara teknis, semua pengguna medsos saat ini sudah menjadi 'reporter'. Apasaja dilaporkan lewat status, foto, bahkan live video.

Perkembangan literasi yang cukup pesat membuat makin banyak orang punya skill menulis yang baik. Ini tentu kabar baik. Tetapi bagi jurnalis, kompentensi standar rasanya tak lagi cukup untuk bersaing.

Produk jurnalistik yang bermutu harus jadi pembeda. Jurnalis bukan cuma dituntut kecepatan dan akurasi laporan, tetapi juga makna dari peristiwa. Jika produk jurnalistik berkualitas, maka publik tak perlu beralih ke medsos untuk mendapatkan informasi. Hal serupa berlaku jika perusahaan media punya inovasi-inovasi yang cerdas.

Jika perlu, PWI Sidrap-Enrekang harus menjadi pelopor dalam merumuskan formulasi dan solusi atas tantangan-tantangan ini. Dengan kak Edy, rasa-rasanya PWI Sidrap-Enrekang berada pada jalur yang tepat untuk itu. Semoga. (*)

Komentar

  1. izin share ya admin :)
    buruan gabung bersama kami,aman dan terpercaya
    ayuk... daftar, main dan menangkan
    Line : agen365
    WA : +855 87781483 :)
    Silakan di add ya contaknya dan Bergabung juga ya :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Akik Yaman, Simbol Persatuan Mahzab

Laporan Aktualisasi; Meningkatkan Minat Baca Siswa Kelas VI B di UPT SD Negeri 1 Enrekang

Sayyid Jamaluddin, Sisipkan Ajaran Tauhid pada Budaya Lokal (bag.2)