Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2020

Menyoal Polisi Menggunduli Guru

Gambar
(foto: Merdeka.com) M Haris Syah (pengajar) Judul diatas awalnya saya tulis 'Menyoal Polisi Menggunduli Tersangka'. Meski kalimat itu sudah tepat, sebab tiga guru yang diduga bertanggungjawab atas insiden susur sungai di Sleman telah berstatus tersangka atau terdakwa. Inipun masih tersangka. Belum merupakan terpidana. Setelah saya pikir-pikir, diikuti dengan riset kecil-kecilan, ternyata tidak semua tersangka yang ditahan polisi mendapat perlakuan serupa. Apalagi jika dibuat lebih spesifik, mereka yang dijerat pasal 359 KUHP juga tidak semuanya digunduli. Mari kita ambil contoh kasus yang sama-sama viral. Kita tentu masih ingat dua kasus anak orang penting, yang menabrak pengguna jalan. Putra Ahmad Dani, Dul dan putra Hatta Rajasa, Rasyid Rajasa. Masing-masing menewaskan 6 dan 2 orang.  Seingat saya, polisi tidak pernah menggunduli mereka. Padahal jika dibandingkan dengan kasus guru ini, penyebabnya kurang lebih sama. Kelalaian. Juga pasal yang menjerat mereka.

Seni Berbahagia

Gambar
Sedikit orang yang mampu menyingkap rahasia-rahasia hidup sehat nan bahagia. Salah satunya mungkin saya temukan sedang antri di loket RS Massenrempulu. Ia duduk menunggu panggilan, dengan memakai baju berlogo Kementerian PU. Kopiah dan celana kain berwarna pudar. Namanya Asrjad Baba. Seorang pensiunan Dinas PU. Katanya, Asrjad itu ejaan lama untuk nama Arsyad. Senyumnya beberapa kali mengembang saat melafalkan huruf SRJ menjadi Y, memperlihatkan giginya yang h anya tinggal beberapa. Pak Asryjad tidak lagi muda. Ia setua republik ini. Lahir 1945. Tapi berkali kali ia mengucap Alhamdulillah, sebab tubuhnya masih bugar. Dia hanya menginjak RS ini karena 2 alasan. Memeriksakan matanya yang mulai rabun, atau menjenguk kerabat yang sakit. Saat kutanya rahasianya sehingga ia sehat wal afiat hingga kini, jawaban pertama yang ia lontarkan adalah menjaga hati senantiasa bahagia. Katanya ini memang sulit. Orang lain punya jalan bahagia masing-masing. Ia menemukannya di seni. "S

Beberapa Bulan yang Membanggakan

Gambar
M Haris Syah (mantan jurnalis Tribun Timur,  TribunSidrap.com ) Saya menjadi jurnalis sejak Maret 2014. Namun baru pada akhir 2018, merasakan bergabung bersama Tribun Timur. Lalu resign pada 2019. Singkat memang. Tapi berat sekali rasanya saat surat resign itu ku-amplop-kan bersama dua kartu pers saya. Kartu pers paling keren yang pernah kupunya. Saya harus mengumpulkan banyak energi dan keberanian untuk menyampaikan pengunduran diriku. Berat sekali. Sampai saya tidak bernyali untuk datang ke newsroom, ata u bahkan sekadar menelpon. Para senior di Jalan Cendrawasih mengajarkan banyak sekali. Hyper Local, militansi ala Tribun, trik membuat breaking news, running news, sampai berita video. Itu semua sejatinya bukan hal baru, tapi Tribun melakukannya dengan gaya berbeda. Keren pula. Redaksi dan sistem kerjanya tertata rapi dan efisien. Target kerja dan evaluasi sangat detail lewat Key Performance Indicator. Di Sulsel, bahkan mungkin di Indonesia, saya berani bilang Tribun un