Momentum Kebangkitan Perahu Kayu

- Dari Peringatan Maulid Bahari di Paotere -

Kapal Kayu Layar yang dulu menjadi simbol keperkasaan Makassar kini terkesan diabaikan. Namun, mereka yang berada dalam naungan Pelayaran Rakyat (Pelra) menyita perhatian dengan menggelar Maulid Bahari

M Haris Syah
Pelabuhan Paotere

Suasana pelabuhan Paotere, Rabu pagi terlihat berbeda dari biasanya. Tiga tenda besar terbentang di tepi pelabuhan. Satu diantaranya berdiri lebih tinggi dan dihias mirip kapal phinisi berwarna putih bersih. Ratusan orang berbusana muslim duduk disana, sementara ratusan lainnya harus berdiri dipinggir dermaga, sebagian lain nangkring diatas kapal masing-masing.

Paotere tengah dalam hajatan besar. Maulid Bahari, demikian mereka menyebutnya. Mereka yang tergabung dalam Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Pelayaran Rakyat (Pelra) Makassar menggagas maulid di dermaga tersebut, membuat ratusan nelayan memilih tidak melaut demi mengikuti acara, meski cuaca pagi kemarin sangat cerah.

Dermaga itu dipilih dengan harapan potensi pelaut tradisional yang masih menggunakan perahu kayu bisa dilirik. Karena itu, hadir Kepala Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Abdul Rahman Bando, Wakil Walikota Makassar Syamsu Rizal hingga Staf Ahli Menteri Kelautan dan Perikanan Prof Amran Razak. Turut hadir puluhan mejelis taklim, unsur muspida, ketua MUI Makassar KH Mustamin Arsyad, serta tokoh-tokoh masyarakat Paotere.

Jejeran miniatur kapal, sumbangan dari Kantor Urusan Agama (KUA) se-Makassar memenuhi panggung utama. Miniatur itu dihias dengan warna-warna cerah dan diisi puluhan butir telur. Totalnya, sekitar 30 ribu butir telur dan ratusan ember makanan khas maulid.

"Maulid ini menunjukkan, bahwa Pelra eksis menanungi para pemilik perahu layar kayu, sebagai identitias budaya Makassar yang sejak dulu dikenal ulung mengarungi lautan," ujar Wawali, Deng Ical -sapaan akrab Syamsu Rizal yang hadir memberi sambutan.

Salah seorang pengurus Pelra H Darwis menjelaskan perbedaan antara antara pelaut Pelra dengan nelayan pada umumnya. Pelaut Pelra menggunakan perahu kayu dengan layar. Sementara kapal nelayan saat ini pada umumnya terbuat dari besi atau fiber serta menggunakan motor sebagai penggerak. "Nah perahu kayu dengan layar itulah yang menjadi ciri khas Makassar," jelasnya.

Pelra memang berharap, stakeholder yang diundang dapat memberi solusi bagi pengguna perahu kayu yang semakin tersisih. Mereka semakin sulit bersaing dengan kapal besi, selain karena fisik dan jangkauan perahu kayu tidak sekuat kapal besi, mereka juga terbebani dengan aturan dokumen yang memberatkan.

"Daya jelajah perahu kayu tidak seberapa, jadi tidak mungkin keluar negeri. Karena itu dokumen kapal yang mahal bagi mereka seharusnya bisa dilonggarkan," kata Ketua Pelra, Samsuddin Bado.

Selain itu, aturan mengenai kualifikasi pendidikan anak buah kapal (ABK) serta buku pelaut yang wajib dimiliki mereka, juga dianggap tidak tepat diterapkan diperahu kayu. ABK harus mengikuti pendidikan khusus serta wajib mengurus buku pelaut. "Padahal rata-rata mereka yang jadi ABK adalah profesi turun temurun. Ilmu melaut didapat dari orangtua serta pengalaman," ujarnya.

Kondisi ini dianggap memberatkan bagi perahu kayu layar. Jika tidak mendapat perhatian bisnis mereka bakal hilang seiring dengan hilangnya simbol keperkasaan Makassar di dunia maritim, berganti dengan kapal-kapal besi dan fiber.

Sementara itu, ditemui penulis disela-sela maulid, Kepada DKP3 Abdul Rahman Bando menuturkan, untuk memaksimalkan potensi Paotere ia berharap kementerian terkait membangun industri pengolahan hasil laut. Ia mencontohkan, jika ada pabrik pengalengan akan sangat berpengaruh terhadap bertambahnya nilai ekonomis ikan.

"Ikan sardin misalnya, jika diekspor nilainya mungkin seratus ribu perkilo, tapi jika diolah disini kemudian diekspor, nilainya bisa meningkat tujuh kali lipat." kata Rahman Bando.

Hal tersebut direspon Prof Amran -yang juga putra asli Paotere- dengan merencanakan kawasan pelabuhan terpadu. Paotere kedepan akan menjadi dermaga bongkar muat yang terintegrasi dengan industri. Disekitarnya akan dibangun pabrik pengolahan ikan, rumput laut bahkan limbah laut. Ia juga menyebut, perahu kayu nelayan akan digantikan dengan perahu fiber berkapasitas 15 GT.

Sementara perahu kayu dibawah Pelra masih akan ditinjau kebijakan terbaik dari kementerian. "Sebenarnya perahu selain perahu nelayan itu Kementerian Perhubungan yang paling tepat mengeluarkan kebijakan. Tetapi kita tetap berkoodinasi, agar ciri khas Makassar tidak hilang," jelasnya.

Prof Amran menyebut, jika semua pihak bisa bekerja sinergis, kejayaan maritim Makassar akan kembali menggema, dengan prinsip "Sekali Layar Terkembang Pantang Biduk Surut Ke Pantai”. (*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Akik Yaman, Simbol Persatuan Mahzab

Laporan Aktualisasi; Meningkatkan Minat Baca Siswa Kelas VI B di UPT SD Negeri 1 Enrekang

Sayyid Jamaluddin, Sisipkan Ajaran Tauhid pada Budaya Lokal (bag.2)