Melihat Uniknya Maulid Perahu di Maros

Habiskan Ratusan Juta, Diikuti Ribuan Jamaah

Warga Desa Damai, Tanralili punya cara unik memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Tiap tahun, mereka menggelar tradisi Maudu Lompoa menggunakan ratusan perahu. Makanya, tradisi itu juga biasa disebut Maulid Perahu.

M HARIS SYAH
Tanralili

Desa Damai berjarak sekira 20 kilometer dari pusat Kota Maros. Meski jauh dari hiruk pikuk kota, namun ada hari dalam setahun desa ini dikunjungi ribuan orang dari seluruh penjuru Maros. Mereka ikut memperingati maudu' lompoa, atau peringatan maulid dengan menggunakan perahu yang diisi telur, songkolo hingga barang kebutuhan sehari-hari.

Maulid perahu semacam ini, bisa ditemukan pula didaerah pesisir pantai Cikoang, Takalar. Namun, Desa Damai bukanlah wilayah pesisir sehingga perahu-perahu itu ditancapkan ditanah lapang menggunakan tiang kayu. Jumlahnya cukup fantastis, mencapai lebih dari 500 buah.

Perahu-perahu itu tak hanya berhias telur, kado minya’ dan lauk dalam ember. Tetapi juga sarung, sepatu, baju kaos, payung bahkan handphone. Salah seorang warga, Daeng Ngempo menyebut perahu itu dibuat oleh masing-masing keluarga. Satu kepala keluarga, wajib menyediakan satu buah perahu berikut isinya.

"Isinya tergantung keluarga, perahu ini sendiri biaya pembuatannya sekira Rp500ribu-Rp1 juta. Sementara isinya seperti telur, songkolo, hingga barang-barang lain bisa mencapai Rp2 juta," urainya sembari menunjukkan perahunya.

Sarung sutera berwarna-warni dipasang menyerupai layar, lalu perahu itu dijejer dilapangan yang sudah dipagari bambu. Ribuan jamaah berjubel diluar pagar, menanti dengan tidak sabar doa penutup selesai dibacakan ustad. Setelahnya keadaan menjadi tidak terkendali. Mereka menyerbu perahu, mengambil apasaja yang bisa dijangkau tangan. Puluhan polisi dan TNI yang berjaga tidak bisa berbuat banyak. Tradisinya memang begitu, kata salah seorang polisi.

"Semua boleh mengambil apasaja, kecuali sarung sutera itu diwakafkan kepada tamu dari luar desa. Itu juga sebagai bentuk penghormatan kepada tamu karena sarung sutera itu yang harganya paling mahal," imbuhnya.

Camat Tanralili, Rais Noval menceritakan awal mula tradisi itu. 1600 tahun yang lalu, cucu ke-16 Nabi Muhammad, Syekh Jalaluddin tiba di daerah Takalar dalam upayanya menyebarkan Islam. Disana dia memulai tradisi memperingati hari lahir kakeknya. Salah satu keturunannya yang merantau ke daerah itu kemudian meneruskan tradisi tersebut.

"Biasanya maulid itu didalam masjid. Ini di lapangan alun-alun desa. Yang juga menarik, setelah acara berebut telur selesai, ada saling tukar menukar barang. Betul-betul sebuah tradisi yang mempersatukan warga," bebernya.

Rais menyebut, maulid perahu di Desa Damai adalah wujud rasa syukur warga. Tradisi itu juga mengajari kita berbagi, mengajak teman dan kerabat makan bersama, tentu mempererat silaturrahmi. Tradisi itu adalah pesta rakyat tahunan tanpa strata sosial, masyarakat kaya-miskin dan tua-muda punya kesempatan yang sama memperoleh berkah kelahiran sang Nabi. (*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Akik Yaman, Simbol Persatuan Mahzab

Laporan Aktualisasi; Meningkatkan Minat Baca Siswa Kelas VI B di UPT SD Negeri 1 Enrekang

Sayyid Jamaluddin, Sisipkan Ajaran Tauhid pada Budaya Lokal (bag.2)