Match Fixing Dimata Mantan Jurnalis Sepakbola

ilustrasi mafia bola (gambar: Youth Incorporated Magazine)


Beberapa malam yang lalu Mata Najwa menayangkan 'PSSI Bisa Apa Jilid 4'. Tontonan menarik dan bikin penasaran penggila bola tanah air.

Apa yang dibeberkan di Mata Najwa, sejatinya bukan hal mengejutkan. Desas-desus adanya pengaturan skor sudah lama terdengar. Hanya saja, pembuktiannya selalu kandas.

Namun bagi saya dan teman-teman jurnalis yang meliput bola, mungkin agak berbeda. Jika pengaturan skor itu adalah bau, sudah sangat menyengat karena sumber baunya tepat dibawah hidung kami.

Beberapa tahun lalu, seorang jurnalis yang lebih senior, bahkan membeberkan isi pertemuannya dengan salah satu tokoh yang disebut-sebut tokoh kunci judi bola Indonesia. Sebut saja namanya Nganu. Saya beberapa kali bertemu dengan dia.

Katanya, 5 pertandingan terakhir salahsatu klub dimusim itu bisa ia jamin menang 3 pertandingan diantaranya. 2 pertandingan lainnya, klub itu yang harus 'fight' sendiri.

Dan ajaib, hasil pertandingan klub itu sesuai 'prediksi' Nganu. Tepatnya, 3 menang, 1 seri dan 1 kalah.

Saya sempat membocorkan ke dua junior saya yang hobi judi bola. Salah satunya dapat tawaran Rp30 juta, taruhan klub mana yang juara musim itu. 'Prediksi' yang saya sampaikan mereka tidak percaya. Belakangan saat 'prediksi' itu terbukti, dua-duanya menyesal bukan main.

Pada dua musim terakhir ini, mereka rutin minta wejangan dari saya, klub mana bakal yang juara. Atau klub mana yang akan menang pada pertandingan-pertandingan kunci.

Pak Nganu ini juga pernah membawa kami jalan-jalan ke salahsatu kota dengan kultur sepakbola kuat, tentu dengan judul acara 'liputan sepakbola'. Kita diberi tiket pulang pergi, plus uang saku.

Tiba dikota itu, kami dijemput orang kepercayaannya. Ternyata Nganu ini sangat terkenal dikota itu, meski ia tidak berasal darisana.

"Kalau orang bola disini, tidak ada yang tidak kenal beliau" begitu kata orang kepercayaan itu seingat saya, saat dia mengajak kami makan siang nasi rawon.

Begitulah, dengan hal-hal seperti itu, membuat saya beberapa musim terakhir ini sebenarnya tidak terlalu fanatik dengan sepakbola Indonesia. Saya lebih senang mengikuti kabar Liverpool, Madrid atau AC Milan. Ketimbang menyaksikan liga yang juaranya sudah ketahuan bahkan sebelum musim dimulai.

Mafia bola betul-betul menghancurkan jerih payah pemain dan mengecewakan jutaan suporter tanah air.

Makanya, saat Jokowi menginstruksikan 'Habisi Mafia Bola Indonesia !', dan Satgas Anti Mafia Bola bekerja bak kuda troya menciduk satu per satu rekan-rekan 'seperjuangan' pak Nganu, harapan akan hadirnya tontonan menarik Liga Indonesia kembali membuncah. Semoga. (*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Akik Yaman, Simbol Persatuan Mahzab

Laporan Aktualisasi; Meningkatkan Minat Baca Siswa Kelas VI B di UPT SD Negeri 1 Enrekang

Sayyid Jamaluddin, Sisipkan Ajaran Tauhid pada Budaya Lokal (bag.2)