Pak Imam dan Fiqih Lima Mazhab

Ilustrasi

Sore tadi di perjalanan naik motor dari Enrekang ke rumah mertua, kami kehujanan. Jilbabnya mama Hasan-Husain sudah basah kuyup menutupi Husain, saat kami putuskan mampir berteduh. 

Si bapak empunya rumah mempersilahkan kami duduk di teras. Ia baru akan ke mesjid jelang berbuka, saat hujan turun. Tapi hujan tambah deras. Husain dan mamanya kedinginan. Mungkin beliau kasihan, jadi mengajak kami masuk ke rumahnya. Husain disajikan kue coklat. 

Kami pun ngobrol sambil menunggu hujan reda. Ia tidak memperkenalkan diri. Tapi saya sempat melirik nama Imam Jafar di dinding luar rumahnya.

Lemari di ruang tamunya berisi macam-macam buku. Ada belasan kitab kuning. Yang menarik perhatian saya, di ujung rak terselip buku Fiqih Lima Mahzab.

Buku karya Muhammad Jawad Mughniyah ini memaparkan pandangan-pandangan fiqih dari mahzab Ja'fari, Syafi'i, Maliki, Hambali, dan Hanafi. Buku ini menarik, pertama, sebab imam mahzab yang dikenal umum di Indonesia hanya empat. Fiqih dari Imam Ja'far belum dikenal luas. Padahal konon para imam mahzab belajar dari Imam Ja'far. 

Kedua, buku ini tidak hanya memaparkan perbedaan pandangan, tetapi juga sekaligus kesepakatan para ulama dalam berbagai masalah fiqih. Sehingga kita bisa tau sebatas apa perbedaan pendapat dimungkinkan.

"Saya pensiunan, guru agama. Juga sudah 30 tahun jadi imam mesjid besar disana," ujarnya sambil menunjuk ke arah mesjid tak jauh dari situ. 

Pak Jafar hobi membaca macam-macam buku agama. Apalagi setelah purna bakti, ia makin sering keliling ceramah. Maka ia merasa wajib membekali diri dengan wawasan seluas-luasnya 

"Jadi kalau ada jamaah yang bertanya, saya jelaskan saja semua pendapat imam mazhab. Biar mereka bisa memilih, " katanya. Diantara semua bidang kajian Islam, mungkin fiqih adalah bidang yang paling banyak menimbulkan perbedaan pendapat. 

Alumni Assadiyah ini tidak senang jika pendapat antar mazhab saling dipertentangkan. Apalagi sampai mem-bid'ah-kan dan mengkafirkan yang lain. 

Makanya, selain berkeliling mendakwahkan Islam yang moderat pada para jamaahnya, di mesjidnya dengan tegas tidak  memperkenankan penceramah ekstrim semacam itu masuk. 

Saat nyantri ia telah dididik Islam yang ramah. Oleh guru-guru yang sejuk. Mereka mengajarkan bahwa llmu itu luas sekali.  

Diskusi kami semakin asik. Membincang beberapa hal seputar dakwah kekinian. 

Saya senang. Di tengah arus takfirisme yang begitu deras, pak Imam hadir membentengi jamaahnya. Dari penceramah yang merasa paling Islami, paling syar'i. Dari fatwa-fatwa konyol mem-bid'ah-kan banyak hal. Yang bikin umat malah makin repot beragama. 

Saya membayangkan kalau semua penceramah seperti pak Imam ini. Mungkin kita tidak perlu tau kalau ternyata ada kursi kafir dan kursi Islam, seperti kata Yahya Waloni. 

Terimakasih atas sorenya yang hangat, pak Imam. Tanrutedong, 23 April 2021

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Akik Yaman, Simbol Persatuan Mahzab

Laporan Aktualisasi; Meningkatkan Minat Baca Siswa Kelas VI B di UPT SD Negeri 1 Enrekang

Sayyid Jamaluddin, Sisipkan Ajaran Tauhid pada Budaya Lokal (bag.2)