Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2019

Catatan Hari Al-Quds: Palestina dan Sikap Kita

Gambar
Penulis : M Haris Syah (Pengajar, mantan jurnalis) Saya (dulu) suka nyinyiri demontrasi adek-adek mahasiswa di daerah. Aksinya selalu saja isu-isu pusat, bahkan isu internasional. Jarang, bahkan nyaris tak pernah menyentuh kondisi kekinian disekitar mereka. Menggelar demo untuk wacana yang tengah hot di pusat mungkin kita anggap seksi. Tetapi itu juga sekaligus membuat kita terkesan miskin data, karena hanya dapat kulit informasi dari media. Jadi sering gagal paham apalagi jika tidak dikaji baik-baik , dan akhirnya demo itu jadi garing karena tidak menemui solusi. Demonstrasi terakhir di Parepare misalnya, pada momentum hari buruh. Nyaris semua teriakan oratornya melangit. Semua yang dikritik adalah hal-hal yang jadi urusan orang pusat sana. UU Ketenagakerjaan, outsourcing, upah minimum, dan semacamnya. ‌Untung ada ketua Hima Kampus V UNM Dinda  Ardiansyah  yang sempat menyentil pemecatan 43 honorer Dinas Kebersihan. Itupun hanya sekadar lewat karena tidak dijadikan isu

La Pele yang Disepelekan Penguasa

Gambar
La Pele, pemuda tulang punggung keluarga yang jasadnya dianggap sepele. Jasadnya mesti diangkut pakai motor, tengah malam, karena tidak diperkenankan memakai ambulans. Saya sangat yakin dia syahid. Suaranya saat mati, jauh lebih tajam dibanding suara para dewan, suara para pejabat. Syahidnya Pele membangunkan semua. Mahasiswa, ormas, buruh pelabuhan hingga orang pedalaman. Kemarin, saya kunjungi rumahnya. Saya tidak menghitung ada berapa anak tangga dirumahnya, yang semuanya mesti diikat tali yang dibawa Pele dari pelabuhan... Saya melihat ibunya melipat baju Pele yang hanya beberapa lembar, sungguh. Ulu hatiku perih melihat adik La Pele yang sedang demam tinggi, meringkuk disudut kamar kumuh itu, sambil memeluk selembar baju kakaknya. Kata ibunya, disudut kamar itulah Pele melepas letihnya setelah bekerja serabutan, siang di pelabuhan, malam bongkar bangunan. Saya lama menatapi rayap yang menggerogoti dinding rumahnya dari bambu. Terik matahari menerobos masuk lewat lub

Literasi Digital dan Program 100 Hari Jokowi-Ma'ruf

Gambar
PILPRES  2019 mungkin arena pertarungan paling menguras energi sepanjang sejarah republik ini. Tidak hanya bagi kedua pasang kandidat dan tim pemenangan masing-masing, tetapi juga bagi sebagian besar masyarakat, wabilkhusus warganet alias netizen. Salah satu yang membuatnya demikian melelahkan, adalah informasi dengan bermacam-macam bentuk yang memenuhi jagat dunia maya. Tautan-tautan berita dibuat semenarik mungkin untuk di-klik, di-share dan di-broadcast kemana-mana. Teks, gambar, video, dan sejenisnya tumpah membanjiri gadget kita, dan secara berjamaah kita telan mentah-mentah. Mari kita flashback kasus babak belurnya Ratna Sarumpaet, tujuh juta kontainer surat suara dari Cina yang tercoblos, Jokowi menang Azan dilarang, server KPU disetting, dan yang terbaru brimob impor dari Cina. Dampaknya tidak main-main karena berhasil menipu dan memprovokasi jutaan orang.  Beberapa di antaranya harus berurusan dengan polisi. Semakin miris, sebagian diantara mereka justru dari kalang

Potret Nyata Hukum Tajam Kebawah, Tumpul Keatas

Gambar
M Haris Syah Lemoe, Bacukiki, Kota Parepare Bu Mahira sedang mengupas kulit jambu mete saat kami mengunjungi rumahnya. Jari-jarinya terbungkus kain agar getah mete tidak melukai kulit. Ia menyambut kami dengan senyum kecil. Mempersilahkan kami duduk dibalai-balai kolong rumah. Beberapa gelas teh hangat beliau suguhkan. Mata bu Mahira kelihatan masih sembab. Raut kesedihan nampak. Kemarin, suami sekaligus tulang punggung keluarganya, Sukardi divonis 1 tahun 4 bulan penjara ditambah denda Rp150 juta. Bu Mahira tidak banyak mengerti apa kesalahan suaminya. Kata-kata seperti banding hingga pledoi, terlalu asing bagi dia. Yang dia tau, suaminya adalah peternak biasa, lulusan SD, yang diberi amanah memimpin kelompok tani, beranggotakan 25 peternak. 2012 silam, kelompok tani itu mendapat bantuan sosial untuk sapi bunting. Rp200 juta tentu bukan "rejeki" yang sedikit. Namun "rejeki" juga ternyata bersyarat. Rp20 juta, konon harus disisihkan untuk "jatah&qu

Banjir Enrekang dan Sigapnya Petugas

Gambar
M Haris Syah Enrekang Enrekang nampaknya cukup sigap menangani banjir. Sedari pagi buta, personil BPBD, TNI dan polisi sudah tersebar di setiap sudut kota. Di titik-titik banjir, juga di kawasan padat penduduk dan ramai lalu lintas. Mereka berjaga, mengatur pengendara, sekaligus mencegah warga menerobos, karena mengira banjirnya tidak parah amat. Ternyata air bisa sampai setinggi pinggang. Bahkan di lorong kami, Galung, air mencapai dada orang dewasa. Itu kelihatan dari bekas air bercampur lumpur yang menempel didinding rumah warga. Kalau tidak dicegah oleh petugas, warga yang nekat bisa-bisa terseret arus. Segera setelah air mulai surut, sekira pukul 14.00, personil BPBD bersama pak polisi sudah keliling menyalurkan bantuan. Polisi dengan tanda pangkat dua balok dipundaknya datang didepan kos. Senyumnya ramah sambil mengulurkan beberapa bungkus nasi dan satu dus air mineral.  Pukul 20.00 wita, meski hujan, mereka kembali mengetuk pintu dari rumah ke rumah membawa logistik.