Membaca Cincin Impian

 


Seorang bijak pernah berkata, balaslah buku dengan buku. Saya kurang paham maksud sebenarnya. Mungkin agar tercipta dialektika yang berkualitas, budaya dan lingkungan yang literate, dan semacamnya.

Paling tidak ini salah satu manfaat yang saya rasakan dari terbitnya 'Perspektif'. Buku berbalas buku. Ulasan dibalas ulasan. Maka sepekan dua pekan ini, koleksi buku saya bertambah beberapa buah. 

Buku yang pertama datang Supriadi. Seorang kawan guru yang cemerlang. Kami sekampung, berteman sejak SMP dan ketemu lagi saat kuliah. Saya pernah (dengan tidak tahu diri) numpang gratis beberapa bulan di kostnya. Adi sukses menerbitkan kumpulan cerpen 'Cincin Impian'. 

Ia rupanya tidak cuma cakap mengajar. 12 cerpen di Cincin Impian membuktikan Adi juga mampu menata diksi dan meletakkan kata di tempat yang tepat. 

Salah satu yang menarik, cerpen ke-11 tentang tiga datuk penyebar Islam pertama di tanah Sulawesi. Adi mengisahkannya dengan cara yang unik. Di antologi 'Perspektif' juga ada PoV berbeda, yang melengkapi (atau mungkin membantah) kisah ini.

Oh ya, dulu sekali, waktu Adi baru terangkat PNS, saya yang masih bekerja sebagai jurnalis pernah sok bijak menasehatinya. "jangan jadi guru yang biasa-biasa saja" kataku saat itu. 

Kata-kata itu kini rasanya berbalik menghantam saya yang ikut jejaknya jadi guru. Tapi sesungguhnya, saya bilang begitu sebab saya sangat kenal kemampuan Adi. 

Menjadi satu dari empat guru yang dapat beasiswa ke Jepang, jadi bukti sahih bahwa ia tidak biasa-biasa saja. 125 halaman di Cincin Impian juga saya rasa hanya pemanasan, sebelum karya dan prestasi selanjutnya lahir. Ditunggu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Akik Yaman, Simbol Persatuan Mahzab

Laporan Aktualisasi; Meningkatkan Minat Baca Siswa Kelas VI B di UPT SD Negeri 1 Enrekang

Sayyid Jamaluddin, Sisipkan Ajaran Tauhid pada Budaya Lokal (bag.2)