Belajar Humas Era 5.0
Beberapa hari lalu, saya dikirimi link berita oleh seorang kawan. Isinya tentang humas salah satu pemda di Indonesia yang bakal mengontrak influencer.
Saya sendiri seorang guru. Tetapi karena punya pengalaman jurnalistik beberapa tahun, saya diperbantukan di Dinas Kominfo. Baru beberapa bulan.
Membaca link berita itu, dengan berada di lingkungan humas, membuat saya semakin ngeh. Makin melek dan tersadar bahwa dunia kehumasan jelang era 5.0 sudah sangat berubah. Dulu saat saya jurnalis, berita teks plus foto pendukung sudah cukup menjadi senjata humas. Sekarang?
Maka saya melakukan riset. Kecil-kecilan tentu. Saya membaca makalah dan menyimak ringkasan seminar kehumasan. Saya juga mengingat-ingat kembali diskusi saya dengan beberapa teman yang lebih dulu aktif sebagai humas, dan tentu searching di Google.
Hasil riset itu ingin saya rangkum lewat poin. Mana tau berguna kedepannya.
* Humas adalah praktik mengelola penyebaran informasi antara individu atau organisasi dan masyarakat. Begitu kata Wikipedia. Humas bertanggung jawab untuk memberikan informasi, mendidik, meyakinkan, meraih simpati, dan membangkitkan ketertarikan masyarakat akan sesuatu atau membuat masyarakat mengerti dan menerima sebuah situasi. Apakah defenisi ini masih relevan saat ini ?
* Pola konsumsi publik terhadap informasi sudah berubah. Dan itu terus terjadi dengan cepat. Sekarang eranya informasi didapatkan secara realtime, gratis pula.
* Dalam makalah Governmental Digital Public Relation, Dr Jan Hoesada mengatakan tugas organisasi hubungan publik bukan sekadar juru bicara entitas pemerintahan. Tetapi sekaligus sebagai juru kampanye, agar kebijakan entitas itu mendapat dukungan luas.
* Menyewa influencer tentunya bukan barang baru. Terutama bagi entitas komersial. Tetapi bagi pemda, menurut saya satu langkah maju.
* Kapan terakhir anda baca koran cetak? Jika dulu koran digerus oleh media online, giliran media online dipepet oleh media sosial.
* Basicly, semua orang sekarang adalah reporter. Mereka dapat menyampaikan informasi apa saja, dimana saja dan kapan saja. Jika bersedia sedikit belajar jurnalistik, mereka bisa dengan mudah jadi citizen journalist. Hal-hal tertentu dapat dengan cepat viral kemana-mana.
* Milenial kini kurang familiar dengan TV. Mereka punya gadget yang berisi YouTube, Netflix, Facebook Watch, podcast dan fitur live.
* Siaran pers berupa teks + foto semakin tidak seberapa dampaknya. Bahkan diramalkan punah.
* Humas perlu membuat saluran pengaduan yang cepat tanggap. Menjawab keluhan publik harus dilakukan segera. Jika tidak, hukuman publik sangat cepat lewat 'benda' bernama 'viral'.
* Medsos memang paling banyak diakses saat ini dibanding situs resmi. Namun tingkat kredibilitasnya di mata masyarakat masih rendah. Kredibilitas medsos ada di angka 22 persen. Sementara situs resmi berada di 60 persen.
* Beriklan di koran sudah lama ditinggalkan. Situs jual beli online dan fitur marketplace facebook lebih ramai. Bahkan dibandingkan dengan pasar betulan sekalipun. Dan yang terpenting, gratis. Hal serupa berlaku untuk iklan politik.
* Siaran pers dari humas, sebaiknya diolah ulang oleh influencer-buzzer dengan gayanya sendiri. Yang jauh dari kesan kaku, dan lebih bisa diterima milenial. Bahasanya tentu mengikuti bahasa milenial -yang seharusnya dimengerti oleh pejabat humas-.
* Selain berfungsi sebagai mulut, influencer-buzzer juga berfungsi sebagai telinga. Ia mendengar 'percakapan' publik medsos terhadap entitas kita, mendeteksi isu-isu yang mempengaruhi entitas, sampai mencegah viralnya isu yang berpotensi menggerus citra entitas.
* Humas tidak lagi berhitung besar media, berapa oplah maupun tingkat keterbacaan (readership-nya). Akan tetapi mulai mengamati traffic media. Jumlah klik, kunjungan, likes, share, follower, interaksi, dll. Beberapa media besar tergopoh-gopoh memperbaiki peringkat Alexa-nya.
Komentar
Posting Komentar