Opsi Kedua




Kata orang bijak, hidup adalah tentang pilihan-pilihan. Opsi-opsi. 

Seperti tulisan ini. Awalnya, paragraf pertamanya saya hendak bikin seperti ini; 'dunia jurnalistik tanah air akhir-akhir ini dihebohkan dengan penangkapan WP. Seorang yang mengaku jurnalis'. 

Tapi setelah saya pikir-pikir, yang heboh siapa, yang dihebohkan apa? Teman-teman jurnalis profesional malah tidak kenal WP selain dari berita konyol soal mahasiswi, 2016 lalu.

Maka saya memilih opsi kedua. Tulisan ini saya awali ya seperti diatas itu. Mengutip quote. Ala-ala.

Ulasan jurnalis senior M Dahlan Abubakar  rasanya cukup soal kasus WP. Melengkapi penjelasan kadis kominfo dan kapolres. Meski blio juga ngaku sempat tertipu oleh 'kehebohan' WP. Sebagaimana seorang anggota DPR-RI juga berstatement tanpa ngerti duduk percoalan. 

Pembahasan mengenai WP saya anggap tamat. 

Tapi ini masih tentang opsi.

Kita bisa memilih ikut-ikutan ribut -sebagaimana budaya kita-. Atau kita pilih opsi kedua. Rileks. Agar tidak terjebak kekonyolan yang pada akhirnya mempermalukan diri sendiri.

Rileks juga membantu kita fokus pada yang penting (dan bening?) saja. 

Masa depan dunia jurnalistik, bagi saya lebih penting kita diskusikan. Sebagai orang yang pernah mampir jadi kuli tinta, ada kegelisahan melihat menjamurnya wartawan abal-abal. 

Ini bukan barang baru. Sudah belasan tahun jadi masalah yang semestinya segera dituntaskan. Jika tidak, jurnalis akan terus menerima stigma buruk seputar transaksi, amplop, dan hoaks. Soalnya awam juga kurang mampu membedakan mana jurnalis betulan dan yang mana abal-abal.

Tulisan Iqbal Aji Daryono  ini, kurang lebih relevan dengan situasu ini.

'Pekerjaan paling jujur itu pedagang. Kenapa? Sebab sejak awal mengaku sebagai pedagang.

Pekerjaan2 lain ngakunya macem2, berat2, hebat2. Padahal diam2 mereka juga berdagang' (bukan hadis)

Maka ini lagi-lagi tentang opsi.

Kepada para journalist wannabe, wartawan abrakadabra -meminjam istilahnya Hasrul Nawir -  di seluruh Endonesya, ada banyak pilihan menjadi jurnalis profesional. Tingkatkan terus kompetensi. Ikut pelatihan.

Kalau belum mampu, setidaknya patuhi kode etik & pedoman pemberitaan. Tolong jangan memperjualbelikan profesi. Jika itu terlalu berat bagi anda, sebaiknya pertimbangkan opsi kedua. Jadilah pedagang betulan. 

M Haris Syah

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Akik Yaman, Simbol Persatuan Mahzab

Laporan Aktualisasi; Meningkatkan Minat Baca Siswa Kelas VI B di UPT SD Negeri 1 Enrekang

Sayyid Jamaluddin, Sisipkan Ajaran Tauhid pada Budaya Lokal (bag.2)