Semakin tak Tertebak, Semakin Lucu

Dari Kelas Menulis Komedi Akademi Berbagi Makassar

*) Semakin tak Tertebak, Semakin Lucu

Syahrini jadi kuli bangunan, kerjanya nyekopin semen pake jambulnya.
Wanita cantik tidak menjamin kehidupan kita bahagia, apalagi yang jelek.

M HARIS SYAH
Daeng Tata, Makassar

Kalimat-kalimat itu meluncur fasih dari Alit Susanto, penulis dari Bukune Publisher. Sore yang cerah itu, dilantai dua sebuah ruko di daerah Daeng Tata, berkumpul puluhan anak muda dari macam latar belakang, ada mahasiswa, pelajar, bahkan karyawan toko. Mereka memenuhi tempat yang mereka sebut Rutif, akronim dari rumah kreatif.

Rutif, yang tertata apik dengan buku, layar, dan soundsystem sore itu digunakan penulis-penulis muda Makassar. Mereka tengah mengikuti kelas menulis komedi yang digagas oleh Akademi Berbagi (Akber) Makassar. Alit menjadi mentor hari itu. Ia menjelaskan bagaimana menulis komedi yang menarik dibaca.

Alit mengajak mereka, yang bercita-cita menjadi penulis komedi yang baik untuk terlebih dahulu mengenali diri, menangkap ide dan merangkainya menjadi kalimat-kalimat. Ia meyakini bahwa hal-hal lucu bisa digali dari keresahan, ketakutan, kemarahan, bahkan musibah sekalipun.

Itulah kenapa, seorang penulis komedi tidak harus punya pengalaman lucu. Ia hanya harus cukup bagus menganalisa. Karena itu, penulis yang baik adalah analis yang baik. Analisa yang baik itu yang akan menuntun penulis mendapat sudut terbaik.

"Mirip teori standup comedy," kata Alit sembari memindahkan slide materinya. Kuncinya, dalam setiap tulisan selalu ada premis sederhana, yang secara umum menggambarkan keseluruhan cerita.

"Misalnya dalam cerita Romeo-Juliet dan Twilight, keduanya punya premis identik, yakni dua orang yang saling mencintai tapi tidak bisa bersatu," jelasnya. Premis itu yang kemudian diangkat menjadi sinopsis. Sinopsis kemudian dibuatkan outline dan dirangka menjadi kalimat-kalimat.

Dirinya juga menekankan bahwa menulis komedi itu berbeda dengan melucu biasa. Tetapi menggali ide dan menyampaikannya dari sudut pandang yang tidak pernah diduga sebelumnya."Maka semakin tak tertebak, semakin ia lucu," ujarnya.

Salah seorang peserta, Fatimah terlihat senang mengikuti kelas ini. Berkali-kali ia tertawa, setiap kali sang mentor memberikan contoh kalimat komedi. Ia mencatat dengan lincah penjelasan dari mentor dengan notebook berwarna perak didepannya. Sesekali ia mengacungkan tangan, bertanya pada mentornya.

"Pacaran anak-anak sekarang lebay amat, baru SMP sudah saling panggil papi mami, trus kalau sudah SMA, atau jangan-jangan kalau sudah kakek-nenek panggilnya jadi almarhum-almarhumah ?," lagi-lagi, sepenggal kalimat komedi yang membuat Fatimah kembali tertawa.

Cewek yang akrab disapa Ima ini adalah anggota muda dari Akber. Ia mulai rutin mengikuti kelas Akber sejak Oktober tahun lalu. Materi yang beragam serta orang-orang yang ramah membuatnya betah mengikuti kemanapun Akber membuka kelas.

"Saya banyak belajar dari sini. Dari pada menggunakan waktu untuk hal-hal tidak penting, lebih baik kita jadikan setiap detik waktu yang kita miliki menjadi bermanfaat," ujarnya penuh semangat.

Kepala Sekolah Akber, Dila mengatakan bahwa komunitas yang terinspirasi dari komunitas serupa di Makassar ini memang rutin menggelar kelas sebulan sekali. Bukan hanya menulis, tapi juga musik, sejarah, bahkan enterpreneur. Selain komunitas menulis, Akber juga merupakan komunitas charity. Mereka punya tagline, berbagi itu menyenangkan. (*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Akik Yaman, Simbol Persatuan Mahzab

Laporan Aktualisasi; Meningkatkan Minat Baca Siswa Kelas VI B di UPT SD Negeri 1 Enrekang

Sayyid Jamaluddin, Sisipkan Ajaran Tauhid pada Budaya Lokal (bag.2)