Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2016

Kiat Bumi Lasinrang Raih Adipura Kedelapan

Gambar
Tahun lalu Kabupaten Pinrang gagal meraih Piala Adipura. Lambang supremasi kebersihan kota itu baru bisa direbut tahun ini, lewat sejumlah program. Adipura Buana yang kedelapan itu menjadi bukti pembenahan besar-besaran pada Dinas KPK. M HARIS SYAH Pinrang Sempat empat kali berturut-turut menjadi langganan penerima piala adipura (2011-2014), tahun 2015 lalu gelar itu lepas dari Bumi Lasinrang.  Kabupaten Pinrang menjadikan kegagalan itu sebagai titik awal pembenahan besar-besaran di bidang kebersihan. Bupati Pinrang Aslam Patonangi menunjuk 'Ahok'nya Pinrang, Aswadi Haruna menangani persoalan kebersihan. Salah satu yang menjadi fokus Aswadi sejak menjabat Kepala Dinas Kebersihan Pertamanan dan Kebakaran (KPK) adalah perbaikan Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA). TPA yang terletak di Malimpung itu kini dilengkapi jembatan timbang, diklaim satu-satunya di Sulsel. "Jembatan timbang berfungsi mengukur kuantitas sampah yang diangkut, dari masing-masing kawasan sebelu

Kiat Kota Parepare Meraih Adipura 2016

Gambar
Andalkan Program Peduli, Benahi TPA Salah satu item penilaian Piala Adipura adalah kondisi Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Sebagai kota penerima Adipura, Pemkot berupaya menjadikan TPA di Lapadde sebagai tempat yang jauh dari kesan kotor. M HARIS SYAH Parepare Predikat kota bersih sempat lepas dari Parepare pada awal pemerintahan Walikota Taufan Pawe. Akhirnya dengan kerja keras dan pelbagai program terpadu, Piala Adipura kembali ke pangkuan Kota Habibie itu. Taufan-pun membeberkan kiat-kiatnya dalam mengejar Piala Adipura tahun ini. Taufan menyebut, jajarannya dia ajak bekerja dengan konsep kepedulian. Sehingga hampir seluruh program andalannya dalam meraih Adipura dia namai Peduli. Mulai dari kegiatan membersihkan Jumat Peduli, Peduli Lorong hingga Peduli Lingkungan. Hal itu membuahkan hasil sesuai harapan. Parepare menjadi penerima Piala Adipura 2016 kategori kota sedang . Yang pertama dilakukan Taufan adalah membenai TPa menjadi tempat yang terkelola baik. Semua standar

Sayyid Jamaluddin, Arsitektur dan Ajaran Tarekat (Bag.4-Selesai)

Gambar
Jejak Sayyid Jamaluddin juga bisa ditemukan di Pinrang, tepatnya di Ujung Lero, kecamatan Suppa. Salah seorang keturunannya yang berdakwah hingga Lero, bernama Sayyid Hasan Sahil mendirikan Mesjid Al-Muhajirin dengan gaya arsitektur khas Persia. Kebanyakan orang mengetahui keunikan mesjid itu yang dibangun dengan 25 kubah, berdiri kokoh diatas bangunan tanpa sepotong-pun besi. Namun sangat jarang yang tau jika gayanya terinspirasi dari Persia. M HARIS SYAH Ujung Lero-Polman "Sayyid Hasan sempat menetap di Madinah, lalu berkelana ke beberapa daerah termasuk ke Persia, Roma, Irak, dan Suriah. Di daerah itu pula, beliau yang memang gemar menggambar belajar ilmu arsitektur. Sekembalinya disini, sekira tahun 1930 dia memugar langgar itu menjadi mesjid bergaya seperti ini," jelas salah satu cucunya, Ustad Yusuf Sahil. Yusuf membeberkan, Sayyid Hasan adalah anak dari Sayyid Alwi salah satu murid dari Sayyid Jalaluddin. Dari Sayyid Alwi pula ulama terkenal asal Mandar, Imam

Sayyid Jamaluddin, Berjejak di Maudu Lompa hingga Tradisi Asyura (Bag.3)

Gambar
Budaya lokal Sulsel dari ujung ke ujung sangat kental dengan pengaruh kehadiran ulama generasi pertama. Setelah nenek moyang kita mengucapkan syahadatain, tradisi mereka-pun lambat laun berubah. M HARIS SYAH Maros-Parepare Salah satu yang bertahan hingga kini adalah perayaan maulid khas Cikoang, Takalar dan Tanralili, Maros. Perayaan hari lahir Nabi Muhammad dikedua daerah -yang cukup berjauhan- itu kerap disebut maudu lompoa dan maulid perahu. Mengapa perahu? apa hubungannya dengan ajaran Islam? Maulid perahu di Tanralili rutin digelar di Desa Damai. Sekira 500 perahu berlayar, berjejer ditancapkan ditanah lapang dan dijejali pelbagai jenis benda. Bukan hanya makanan, tetapi juga barang kebutuhan sehari-hari. Namun yang menarik, teka-teki mengapa perahu digunakan dalam maulid. Padahal Desa Damai sama sekali tidak punya korelasi dengan perahu, jika ditarik dari pesisir, jarak desa itu bisa sampai 35-40 km. "Warga juga tidak satupun  yang berprofesi sebagai nelayan, laut

Sayyid Jamaluddin, Sisipkan Ajaran Tauhid pada Budaya Lokal (bag.2)

Gambar
Ulama generasi pertama lebih merakyat dan berdakwah tanpa memberangus adat leluhur Sulsel, sehingga jejak mereka bisa ditemukan dipelbagai sisi adat budaya lokal M HARIS SYAH Belawa Salah satu yang membuat ulama generasi pertama tidak tercatat dalam referensi sejarah, adalah karena target dakwah mereka bukan kalangan elit kerajaan, yang menguasai ilmu menulis atau mendokumentasikan sejarah. Begitu tiba di Sulsel, yang pertama kali mendapat sentuhan ajaran tauhid adalah kaum kebanyakan, rakyat pesisir hingga pedalaman. "Sayyid Jamaluddin Husain Al Qubra juga demikian. Bahkan yang pertama kali dilakukan beliau adalah mengamati budaya setempat dan mempelajari kebutuhan rakyat. Namun mereka terlalu tawadu untuk dikenal dilembar manuskrip sejarah," kata budayawan, Andi Rahmat Munawar. Beliau mengajak rakyat untuk mengenal ajaran tauhid, sembari merangkul dan berasimilasi dengan adat budaya setempat. Sehingga banyak ritual agama yang kental dengan nilai budaya, baik it

Sayyid Jamaluddin, Pendakwah Pertama yang Terlupakan Sejarah (Bag.1)

Gambar
Sejarah Islam di Sulsel selalu dikaitkan dengan kedatangan tiga datuk dari Minangkabau sebagaimana referensi umum. Namun banyak yang belum tahu, Sayyid Jamaluddin Husain telah menginjakkan kaki di Sulsel datang jauh sebelum ketiganya memulai dakwah. M Haris Syah Tosora Dalam pelbagai referensi, awal masuknya Islam di Sulsel dihitung sejak datangnya tiga ulama. Mereka adalah Datuk ri Bandang alias Abdul Makmur, Datuk ri Tiro alias Nurdin Ariyani alias Abdul Jawad dan Datuk ri Patimang alias Sulaiman. Tiga ulama asal Minangkabau itu menginjakkan kaki di Sulsel pada abad ke-16, sekira tahun 1604-1605 m. Jika kita mengacu pada referensi tersebut -termasuk yang hingga kini diajarkan di buku sejarah-, maka angka tersebut tidak keliru. Namun sebuah makam kuno di kompleks mesjid tua di Tosora -20 km dari Kota Sengkang-, Wajo, menyampaikan pesan berbeda. Pada makam itu tertera angka 1453 m. "Disitu dimakamkan seorang ulama asal Persia, Sayyid Jamaluddin Husain al-Kubra, keturuna