Logika Sesat dan Standar Ganda (Sebagian) Legislator Kita


Penulis : M Haris Syah (pengajar, pemerhati Parepare)
Beberapa media merilis berita tentang estimasi anggaran baju dan pin emas DPRD Parepare yang terbilang wah. Totalnya nyaris tembus Rp400 juta. Tepatnya Rp398 juta.
Angka ini menimbulkan perdebatan beberapa hari belakangan. Grup-grup WA, facebook dan diskusi-diskusi warkop ramai mengulasnya.
Adik-adik mahasiswa di BEM Umpar ikut bereaksi, juga di Kampus V UNM. Mereka menuntut transparansi. Komunitas Peduli Parepare yang dimotori Ustaz Ibrah la Iman melakukan aksi protes yang sarkastik. Mengumpulkan receh untuk menutupi Rp398 juta ini.
Lalu sebagaimana biasanya, ketika ada polemik berkepanjangan, selalu ada media lain yang dengan hati riang mengklarifikasi. Meski tidak pernah memberitakan polemik sebelumnya sebagaimana etika jurnalistik. Di Parepare kita sudah biasa disuguhi hal memalukan semacam ini. Berulang-ulang.
Diulaslah rincian anggaran itu, tentu tanpa perbandingan harga yang komprehensif. Kita hanya disuguhi alasan dari duo pimpinan DPRD, bahwa DPRD lain ada yang harganya lebih mahal (mereka menyebut DPRD Palopo). Tentu argumentasi ini dengan mudah dipatahkan karena juga ada DPRD lain yang harganya lebih murah (seperti DPRD Maros).
Masyarakat dijejali logika sesat seperti ini; "Karena legislator daerah lain juga pakai baju mahal, maka masyarakat Parepare juga harus maklum kalau legislatornya juga pakai baju mahal. Sudahlah, jangan banyak protes,"
Semakin lucu saat saya baca berita, Ketua DPRD mengusulkan pembahasan APBD 2020 dipercepat ke Juli. Yang artinya, legislator baru tidak punya banyak kesempatan mengawal APBD pokok, karena baru dilantik September. Ini juga akan jadi sejarah -bukan prestasi-, pertama kalinya APBD pokok dibahas Juli. Sementara DPRD punya waktu panjang hingga Desember.
Saya tidak tau jika Permendagri penyusunan APBD 2020 yang baru terbit kemarin mengizinkan hal ini. Yang saya tau, DPRD daerah lain justru menunggu legislator baru untuk pembahasan anggaran pokok.
Standar ganda legislator kita kembali kelihatan. Bahwa soal baju mahal, daerah lain dijadikan rujukan referensi sebagai pembenaran. Tapi soal pembahasan APBD, standar itu tidak berlaku.
Anda dikejar apa, sehingga pembahasan APBD pokok mesti buru-buru?. Kata kak YL, "...tajeng mokki je wasengnge..."
Sejak kasus WC miliar dan patung kuda diloloskan ditengah fakta 8000 warga miskin Parepare, saya memang sudah sejak lama kehilangan harapan pada (sebagian) legislator kita.
Harapan itu kembali ada, kepada para legislator baru ini. Sepanjang mereka mengikuti petuah kata-kata kanda Kurtafati di grup WA ParepareTa; "...Kepada teman-teman dewan yang baru, jangan (sekadar) jadi stempel eksekutif seperti kami ini, yang sudah terlanjur dipecundangi lewat pimpinan DPRD. Apalagi yang terjadi sekarang di Parepare, kesannya kita yang masak orang lain yang makan..."
* bukan hadis karena terlalu panjang
#MHS 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Akik Yaman, Simbol Persatuan Mahzab

Laporan Aktualisasi; Meningkatkan Minat Baca Siswa Kelas VI B di UPT SD Negeri 1 Enrekang

Sayyid Jamaluddin, Sisipkan Ajaran Tauhid pada Budaya Lokal (bag.2)