Beri Saya Kesempatan Perbaiki Nilai
*UIN Alauddin Pecat 702 Mahasiswa
Kamis lalu, UIN Alauddin merilis Surat Keputusan (SK) tentang Drop Out (DO) terhadap 702 mahasiswa. Salah satu yang dipecat adalah Deswanto Manoppo. Mahasiswa asal Bulukumba ini gagal meraih IPK minimal 2,0.
M HARIS SYAH
UIN Alauddin
Kegagalan Anto, -sapaan akrab Deswanto- meraih IPK minimal 2,0 bukannya tanpa alasan. Setahun terakhir, ia kerap meninggalkan bangku kuliah demi menjaga sang ayah, Nurman, yang sering keluar masuk rumah sakit.
Semakin miris, hari Minggu, 22 Desember lalu, Nurman harus menghembuskan nafas terakhir, menyerah dari penyakit gagal ginjal yang menggerogoti tubuhnya. Belum reda kesedihan Anto kehilangan sosok ayah, kini ia harus pasrah mendapati namanya diantara 702 mahasiswa yang dicabut hak akademiknya.
"IP-ku tidak cukup, saya akui memang jarang masuk kuliah karena harus jaga ayah di Bulukumba. Inimi juga yang sebabkan nilaiku banyak tertunda. Kalau aturannya memang begitu, mau-mi di apa," tutur mahasiswa semester 5 ini.
Mahasiswa Jurusan Komunikasi ini bukannya tidak berusaha. Kepada penulis Anto bercerita, Ia sempat menyampaikan kondisinya kepada salah seorang dosen. Termasuk tentang ayahnya yang sakit-sakitan dan ekonomi keluarganya yang kembang kempis. Ayah Anto semasa hidup hanyalah seorang supir.
"Dosennya bilang aturan itu berlaku untuk angkatan 2014. Jadi saya pikir tidak kena ja, tapi kemarin ternyata ada empat orang di kelasku yang di-DO," ucapnya.
Anto, yang bercita-cita ingin jadi Polisi harus mengubur impiannya. Namun Ia masih menaruh harap, kampus mengerti dengan kondisinya dan bersedia memberikan kebijakan. "Kalau dikasih kesempatan, saya janji berusaha perbaiki nilai," katanya.
Keinginan senada diutarakan Wahyudi. Ia berharap masih diberikan kebijakan terkait dicabutnya hak akademiknya. Mahasiswa semester 3 jurusan Manajemen Dakwah ini dipecat juga karena gagal meraih IPK diatas 2,0 dalam perkuliahannya.
"Saya juga termasuk yang kena DO padahal masih semester 3. Harapan saya diberikan kesempatan berusaha memperbaiki prestasi," kata Wahyudi yang ditemui penulis di kampus UIN Alauddin, Jumat 26 Desember kemarin.
Meski banyak yang menyebut keputusan DO ini sudah tepat dalam menjaga standar kualitas kampus, tidak sedikit pula yang menyatakan simpatik. Salah satunya, Syaharuddin. Mahasiswa Pascasarjana UIN Alauddin ini menilai, ada beberapa dari mereka yang sebenarnya masih bisa diberikan kebijakan.
"Mencabut hak akademik mahasiswa memang bisa membuat jera mahasiswa lain agar lebih serius memperhatikan kuliah. Tetapi, alasan itu tidak bisa dipakai bagi mahasiswa yang mengalami kondisi khusus, apalagi di kampus negeri, dimana hak mendapatkan pendidikan notabene dijamin oleh negara," jelasnya
Lebih lanjut ia menyarankan agar mahasiswa yang gagal mencapai IPK sesuai ketentuan, diberikan kelas khusus selama beberapa waktu. Begitupula, yang tidak mampu membayar SPP karena kurang mampu bisa diusahakan beasiswa. Lain halnya jika mahasiswa tersebut memang malas atau malah menyalahgunakan SPP-nya untuk keperluan lain.
Sebelumnya, keputusan mengeluarkan 702 mahasiswa ini ditempuh setelah pimpinan menggelar sedikitnya tiga kali rapat, masing-masing pada 31 Oktober, 28 November, dan terakhir 5 Desember 2014.
702 mahasiswa tersebut di-DO dengan pelbagai alasan. Diantaranya peraturan terbaru tidak memenuhi Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 2.00 selama empat semester, masa kuliah yang melewati batas, dan tidak membayar Sumbangan Penyelenggaraan Pendidikan (SPP). (*)
Kamis lalu, UIN Alauddin merilis Surat Keputusan (SK) tentang Drop Out (DO) terhadap 702 mahasiswa. Salah satu yang dipecat adalah Deswanto Manoppo. Mahasiswa asal Bulukumba ini gagal meraih IPK minimal 2,0.
M HARIS SYAH
UIN Alauddin
Kegagalan Anto, -sapaan akrab Deswanto- meraih IPK minimal 2,0 bukannya tanpa alasan. Setahun terakhir, ia kerap meninggalkan bangku kuliah demi menjaga sang ayah, Nurman, yang sering keluar masuk rumah sakit.
Semakin miris, hari Minggu, 22 Desember lalu, Nurman harus menghembuskan nafas terakhir, menyerah dari penyakit gagal ginjal yang menggerogoti tubuhnya. Belum reda kesedihan Anto kehilangan sosok ayah, kini ia harus pasrah mendapati namanya diantara 702 mahasiswa yang dicabut hak akademiknya.
"IP-ku tidak cukup, saya akui memang jarang masuk kuliah karena harus jaga ayah di Bulukumba. Inimi juga yang sebabkan nilaiku banyak tertunda. Kalau aturannya memang begitu, mau-mi di apa," tutur mahasiswa semester 5 ini.
Mahasiswa Jurusan Komunikasi ini bukannya tidak berusaha. Kepada penulis Anto bercerita, Ia sempat menyampaikan kondisinya kepada salah seorang dosen. Termasuk tentang ayahnya yang sakit-sakitan dan ekonomi keluarganya yang kembang kempis. Ayah Anto semasa hidup hanyalah seorang supir.
"Dosennya bilang aturan itu berlaku untuk angkatan 2014. Jadi saya pikir tidak kena ja, tapi kemarin ternyata ada empat orang di kelasku yang di-DO," ucapnya.
Anto, yang bercita-cita ingin jadi Polisi harus mengubur impiannya. Namun Ia masih menaruh harap, kampus mengerti dengan kondisinya dan bersedia memberikan kebijakan. "Kalau dikasih kesempatan, saya janji berusaha perbaiki nilai," katanya.
Keinginan senada diutarakan Wahyudi. Ia berharap masih diberikan kebijakan terkait dicabutnya hak akademiknya. Mahasiswa semester 3 jurusan Manajemen Dakwah ini dipecat juga karena gagal meraih IPK diatas 2,0 dalam perkuliahannya.
"Saya juga termasuk yang kena DO padahal masih semester 3. Harapan saya diberikan kesempatan berusaha memperbaiki prestasi," kata Wahyudi yang ditemui penulis di kampus UIN Alauddin, Jumat 26 Desember kemarin.
Meski banyak yang menyebut keputusan DO ini sudah tepat dalam menjaga standar kualitas kampus, tidak sedikit pula yang menyatakan simpatik. Salah satunya, Syaharuddin. Mahasiswa Pascasarjana UIN Alauddin ini menilai, ada beberapa dari mereka yang sebenarnya masih bisa diberikan kebijakan.
"Mencabut hak akademik mahasiswa memang bisa membuat jera mahasiswa lain agar lebih serius memperhatikan kuliah. Tetapi, alasan itu tidak bisa dipakai bagi mahasiswa yang mengalami kondisi khusus, apalagi di kampus negeri, dimana hak mendapatkan pendidikan notabene dijamin oleh negara," jelasnya
Lebih lanjut ia menyarankan agar mahasiswa yang gagal mencapai IPK sesuai ketentuan, diberikan kelas khusus selama beberapa waktu. Begitupula, yang tidak mampu membayar SPP karena kurang mampu bisa diusahakan beasiswa. Lain halnya jika mahasiswa tersebut memang malas atau malah menyalahgunakan SPP-nya untuk keperluan lain.
Sebelumnya, keputusan mengeluarkan 702 mahasiswa ini ditempuh setelah pimpinan menggelar sedikitnya tiga kali rapat, masing-masing pada 31 Oktober, 28 November, dan terakhir 5 Desember 2014.
702 mahasiswa tersebut di-DO dengan pelbagai alasan. Diantaranya peraturan terbaru tidak memenuhi Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 2.00 selama empat semester, masa kuliah yang melewati batas, dan tidak membayar Sumbangan Penyelenggaraan Pendidikan (SPP). (*)
Komentar
Posting Komentar