Biar Beras Hangus, Yang Penting Masih Bisa dimakan

Mereka Yang Mengais Sisa-sisa Kebakaran Hartaco

M Haris Syah
Parang Tambung

Hari kedua pasca kebakaran hebat di Pasar Parang Tambung dan Kompleks Hartaco, asap masih terlihat mengepul di beberapa sudut. Tanah masih juga hitam, bau khas hangus terasa menyengat. Masker yang dibagikan relawan tidak cukup membantu.

Kanal Parang Tambung, yang sebelumnya tertutup lapak berjejer kini terlihat jelas. Airnya yang berwarna hitam menggenang, tidak mengalir karena disesaki sampah. Seorang pria paruh baya terlihat mengais ditengah kubangan kanal itu.

Tidak ia pedulikan penulis yang tengah memperhatikannya. Ia baru menoleh saat penulis menawarkan air minum padanya. "Ini dek siapa tau masih ada yang bisa diambil, karena semalam tidak bisa maki selamatkan apa-apa," katanya.

Sarifuddin, begitu ia perkenalkan diri. Sarifuddin adalah salah satu pedagang beras korban kebakaran. Dua petak lapaknya dulu berdiri diatas kanal Parang Tambung. Tangan kirinya menenteng karung kecampang berwarna coklat. Sementara tangan kanannya tak berhenti mengais tumpukan beras yang telah bercampur air.

Dikarung itu, Ia masukkan bulir-bulir beras, sisa dagangan dari lapaknya yang telah jadi arang.  "Biar sudah hangus juga berasnya, nanti ditepis lagi dirumah. Yang penting masih bisa dimakan," imbuhnya lagi seraya menyeka keringat.

Pria bugis ini mengaku rugi hingga puluhan juta. Selain lapak yang sudah tiada, dagangan beras yang nilainya hingga Rp 60 juta, tinggal menyisakan bulir bercampur sampah kanal.

Sarifuddin tidak sendiri, disepanjang kanal rekan-rekannya sesama pedagang juga melakukan hal serupa. Mereka semua berharap masih ada yang bisa dimanfaatkan dari sisa kebakaran. Anak-anak berbaju lusuh juga berkeliaran disana, menggali tumpukan sampah berharap menemukan uang receh yang tak bisa dilalap api.

Jika Sarifuddin dan kompatriotnya merugi, lain lagi dengan Dg Semma. Pria paruh baya ini bekerja sebagai pengumpul besi. Ia sudah dua hari mengumpulkan sisa besi di lokasi kebakaran. Berhubung karena kemarin tentara sudah menyapu bersih sampah diatas bekas kios, Ia memindahkan daerah operasinya.

Kali ini, Ia turun ke kanal. Sejak pagi ia sudah terjun ke kubangan, menyusuri kanal mencari sisa-sisa besi. "Bassi-bassi nak, biasa juga ada perabotan masih bagus," katanya dengan logat Makassar yang kental.

Dg Semma mengumpulkan besi itu dibecak miliknya. Menurutnya jika dirasa sudah cukup banyak, besi itu ia bawa ke pengumpul besar untuk dijual. Harganya tidak menentu, pengumpul biasanya pilih-pilih dulu besi yang bagus. dua hingga tiga lembar uang sepuluh ribuan bisa ia bawa pulang ditukar satu becak besi.

Jika ada kebakaran seperti ini, Dg Semma tidak perlu capek keliling kota mencari besi. Namun begitu, meski pekerjaannya menjadi lebih mudah, jika disuruh memilih Ia ingin tidak ada lagi kebakaran. "Walaupun banyak sisa besi, tapi lebih banyak ruginya warga," tandasnya polos. (ris)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Akik Yaman, Simbol Persatuan Mahzab

Laporan Aktualisasi; Meningkatkan Minat Baca Siswa Kelas VI B di UPT SD Negeri 1 Enrekang

Sayyid Jamaluddin, Sisipkan Ajaran Tauhid pada Budaya Lokal (bag.2)